Ekbis
Home / Ekbis / Harga Ayam Hidup Anjlok Ekstrem, Peternak Rugi Rp54 Juta per 10.000 Ekor

Harga Ayam Hidup Anjlok Ekstrem, Peternak Rugi Rp54 Juta per 10.000 Ekor

Peternak memberi pakan ayam potong di Kampung Sukarahayu, Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman
Peternak memberi pakan ayam potong di Kampung Sukarahayu, Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman

headlinesia.com, Jakarta – 22 Juni 2025 – Krisis harga ayam hidup (livebird) yang anjlok hingga level terendah dalam 4 bulan pascalebaran Idulfitri 2025 membuat peternak nasional terpuruk. Kementerian Pertanian (Kementan) menaikkan Harga Pokok Produksi (HPP) menjadi Rp18.000/kg untuk selamatkan usaha peternak rakyat, sekaligus berencana memangkas margin tengkulak yang mencapai 67%.


Harga Anjlok Ekstrem, Peternak Tertekan

Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi mengungkapkan, harga ayam hidup periode Maret–Juni 2025 turun drastis ke level Rp11.000–Rp15.000/kg. Padahal, harga ideal untuk menutup biaya produksi minimal Rp18.000/kg. “Penurunan tahun ini sangat ekstrem, tidak seperti fluktuasi biasa,” tegas Sugeng kepada Bisnis (19/6/2025).

Kerugian peternak diperkirakan mencapai Rp5.400 per ekor. Jika seorang peternak memelihara 10.000 ekor, potensi rugi membengkak hingga Rp54 juta. “Kondisi ini berlarut-larut sejak pascalebaran,” tambahnya.


Kementan Naikkan HPP Jadi Rp18.000/kg

Menanggapi jeritan peternak, Kementan menetapkan HPP baru ayam hidup Rp18.000/kg, efektif per 19 Juni 2025. Kebijakan ini diambil karena harga jual peternak sebelumnya hanya Rp14.500/kg—jauh di bawah HPP lama Rp17.500/kg. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda, menegaskan HPP ini menjadi batas minimal harga jual. “Ke depan akan bertahap mendekati Harga Acuan Pembelian (HAP) Rp25.000/kg sesuai Peraturan Bapanas No. 6/2024,” jelasnya di Jakarta (18/6/2025).


Respons Industri: HPP Belum Ideal, Tapi Disambut Positif

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) Ahmad Dawami menyambut kenaikan HPP meski menganggap angka ideal Rp19.000–Rp20.000/kg. “Ini bisa menggairahkan peternak dan stabilkan harga anak ayam,” ujarnya. Namun, ia mengingatkan implementasi perlu waktu 2–3 hari dan berpotensi hadapi penolakan pembeli karena kenaikan drastis.

Kemenparekraf Prioritaskan Pariwisata Berkualitas

Dawami menekankan, kerugian berkepanjangan telah berdampak sistemik: “Bukan hanya peternak, industri hulu-hilir juga menderita.”


Pangkas Rantai Distribusi, Hapus Margin Tengkulak 67%

Kementan mengungkapkan, 67% margin tengkulak dalam rantai pasok ayam hidup menjadi akar masalah. Agung Suganda membeberkan, panjangnya jalur distribusi (peternak → broker → pengepul → distributor → konsumen) menaikkan harga jual akhir. “Kami akan pangkas margin tengkulak maksimal jadi 10%,” tegasnya.

Strategi yang diusung:

  1. Dorong peternak mandiri membentuk koperasi atau bergabung dengan KopDes/Kel Merah Putih.
  2. Efisiensi distribusi ke program pemerintah seperti Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) dan Makan Bergizi Gratis (MBG).
  3. Harga karkas ayam di tingkat konsumen tetap terjangkau karena margin yang dikurangi dialihkan ke peternak.

Jalan Panjang Menuju Harga Berkeadilan

Kebijakan HPP Rp18.000/kg dan reformasi distribusi dinilai sebagai langkah awal penyelamatan peternak. Namun, tantangan implementasi dan kesenjangan menuju HAP Rp25.000/kg masih perlu diawasi ketat. Kolaborasi koperasi peternak dan pengawasan rantai pasok akan menjadi kunci stabilisasi harga jangka panjang.

Aktivis Keberatan! PT Gag Nikel Masih Beroperasi di Pulau Kecil Raja Ampat

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Advertisement
× Advertisement