Headlinesia.com, Jakarta, 14 Mei 2025 – Indonesia menghadapi tantangan serupa dalam melindungi dua komoditas andalannya: minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Keduanya menjadi sasaran kampanye negatif yang diduga dipicu persaingan pasar global, meski dengan isu berbeda. Minyak kelapa dihantam isu kesehatan sejak 1950-an, sementara sawit dituding merusak lingkungan.
Stigma Kesehatan vs. Lingkungan
Pada 1950–1980-an, minyak kelapa dijatuhkan lewat narasi “lemak jenuh penyebab penyakit jantung”, didukung penelitian dari industri pesaing seperti minyak kedelai dan jagung. Akibatnya, konsumsi global minyak kelapa anjlok lebih dari 50%.
Sementara itu, sejak 2000-an, sawit difokuskan pada isu deforestasi, emisi karbon, dan konflik sosial. Kampanye ini didorong lembaga lingkungan dan pesaing minyak nabati lain, seperti rapeseed (kanola) dan bunga matahari.
Peran Bill Gates dan Alternatif Sintetis
Amerika Serikat, melalui figur seperti Bill Gates, aktif mendorong pengganti minyak sawit. Pada 2020, Breakthrough Energy Ventures—didanai Gates—menyuntikkan $20 juta ke startup C16 Biosciences untuk produksi minyak sawit sintetis (iPalmless™).
Tahun 2024, Bill & Melinda Gates Foundation memberi hibah $3,5 juta lagi untuk percepat pengembangannya. Produk ini diklaim ramah lingkungan karena tak butuh lahan perkebunan.
Dampak bagi Indonesia
Kedua komoditas ini menunjukkan bagaimana narasi negatif bisa melemahkan pasar negara berkembang. Jika sawit menyusul kelapa, Indonesia—sebagai produsen sawit terbesar dunia—bisa kehilangan pasar strategis.
Pakar ekonomi global menilai, kampanye ini tidak lepas dari kepentingan negara maju untuk menggeser dominasi komoditas tropis. Upaya seperti sintetisasi sawit juga berpotensi mengancam petani lokal jika tidak diantisipasi.
#headline #headlinesia #BeritaHeadlineIndonesia #kelapa #sawit
Comment