headlinesia.com, Jakarta, 12 Juni 2025 – – Wacana perombakan kabinet (reshuffle) pemerintahan Presiden Prabowo Subianto semakin menguat. Berbagai sinyal politik, mulai dari pernyataan presiden hingga dinamika internal, diyakini mengarah pada penataan ulang jajaran menteri demi konsolidasi kekuatan dan menghindari dualisme kepemimpinan.
Pemicu utama spekulasi reshuffle ini adalah pernyataan Presiden Prabowo beberapa waktu lalu tentang keinginannya “memberantas benalu”. Pernyataan ini ditafsirkan banyak kalangan sebagai pertanda akan adanya pergeseran posisi di kabinetnya. Penempatan sejumlah figur yang diyakini dekat dengan lingkaran dalam Prabowo di berbagai kementerian juga dianggap sebagai indikasi persiapan perombakan.
Dinamika di sejumlah instansi pemerintah turut menjadi dasar prediksi reshuffle. Geliat lain yang diamati adalah interaksi Presiden Prabowo dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno saat peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni lalu. Bahasa tubuh ketiganya dinilai mengandung pesan politik signifikan.
Sinyal Konsolidasi Kekuatan dan Pelemahan Gibran
Analis politik sekaligus Ketua Dewan Direktur Great Institute, Syahganda Nainggolan, menyoroti sinyal-sinyal tersebut. Menurutnya, kedekatan Prabowo dengan Megawati dan Try Sutrisno pada acara 1 Juni lalu merupakan simbol upaya konsolidasi kekuatan.
“Acara 1 Juni kemarin memang menunjukkan bahasa tubuh yang secara simbolik Presiden Prabowo lebih dekat kepada Ibu Mega dan Pak Try,” jelas Syahganda, seperti dikutip dari kanal Youtube Forum Keadilan TV.
Syahganda menilai Megawati merepresentasikan kekuatan besar di Indonesia yang sedang merasa dikhianati, sementara Try Sutrisno diketahui merupakan salah satu perwira militer yang pernah menghendaki pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Sinergi antara Prabowo, Megawati, dan kalangan pensiunan TNI ini, menurutnya, akan berdampak pada melemahnya posisi politik Gibran dalam pemerintahan.
Menghindari “Matahari Kembar” dan Dominasi Penuh
Terbatasnya peran Gibran, kata Syahganda, adalah sinyal perlawanan terhadap isu “Matahari Kembar” – kekhawatiran adanya dua pusat kekuasaan dalam pemerintahan. Untuk memastikan tidak ada dualisme kepemimpinan, Prabowo dinilai perlu mendominasi seluruh kementerian melalui penataan kabinet yang solid.
“Matahari itu tidak bisa dua, matahari kan hanya ada satu,” tegas Syahganda menegaskan pentingnya kepemimpinan yang tunggal dan jelas.
Sinyal lain yang diamati Syahganda termasuk keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendampingi Perdana Menteri Tiongkok dan perpindahan kantor Wakil Presiden. Sebagai tokoh berlatar belakang militer, Syahganda meyakini Prabowo memiliki akses informasi strategis lebih luas mengenai kondisi negara, yang mempengaruhi keputusannya.
Reshuffle untuk Stabilitas Jangka Panjang
Syahganda menegaskan potensi reshuffle sangat mungkin terjadi. Tujuannya, untuk mencapai keseimbangan politik yang lebih fungsional dan stabil dalam jangka panjang. Presiden Prabowo, menurutnya, tidak hanya membutuhkan sumber daya finansial, tetapi juga dukungan kuat dari rakyat, tentara (TNI), dan partai politik.
“Presiden Prabowo perlu menata ulang energi politiknya untuk jangka panjang,” pungkas Syahganda, menekankan bahwa reshuffle bukan sekadar pergantian personalia, melainkan langkah strategis membangun fondasi pemerintahan yang solid dan terhindar dari konflik internal.
Sinyal-sinyal kuat ini membuat publik dan elite politik menanti keputusan Presiden Prabowo terkait waktu dan komposisi reshuffle kabinet yang dinilai semakin mendesak.
Comment