Oleh: Andri Saputra Lubis, S.Psi., M.Psi
Tawaf merupakan salah satu ritual utama dalam pelaksanaan ibadah Haji maupun Umrah. Ibadah ini dilakukan dengan mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, dimulai dan berakhir di sudut Hajar Aswad, bergerak berlawanan arah jarum jam. Di balik pelaksanaannya yang tampak sebagai ritual fisik, tersimpan makna spiritual yang dalam, sebagai simbol totalitas pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya, dan upaya meraih rahmat serta pengampunan dari Allah SWT.
Dalam konteks spiritualitas Islam, setiap putaran Tawaf merepresentasikan perjalanan ruhani menuju penyucian jiwa dan keridhaan Ilahi. Hal ini sejajar dengan konsep tazkiyatun nafs, yaitu usaha untuk membersihkan hati dari segala penyakit batin. Pada saat yang sama, praktik ini selaras dengan pendekatan psikologi modern, khususnya dalam ranah mindfulnes, kesadaran utuh terhadap apa yang sedang dijalani, yang dapat mendukung kesehatan mental dan menurunkan stres.
Gerakan Tawaf yang konsisten dan dilakukan dengan kekhusyukan menciptakan suasana meditatif. Dalam psikologi kontemporer, gerakan berulang dalam suasana hening dan spiritual dianggap mampu menstimulasi sistem saraf parasimpatis yang berperan dalam menenangkan tubuh dan pikiran. Aktivitas ini bisa dilihat sebagai bentuk self-regulation, yaitu kemampuan individu untuk mengatur emosi dan responsnya terhadap tekanan hidup.
Saat melakukan Tawaf, umat Muslim dianjurkan untuk memperbanyak doa, baik untuk kebutuhan dunia maupun akhirat. Dari sisi psikologi Islam, doa adalah bentuk penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, sebuah ta’alluq yang memperkuat dimensi spiritual sekaligus menjadi sumber penguatan batin. Sementara itu, dalam psikologi positif, aktivitas religius seperti ini memberi kontribusi besar terhadap perasaan optimisme, harapan, dan kepuasan hidup, yang merupakan tiga elemen kunci dalam kerangka well-being menurut Seligman.
Doa-doa yang dilantunkan di sekitar Ka’bah tidak hanya menjadi ekspresi permohonan, tetapi juga sarana refleksi mendalam terhadap perjalanan hidup. Di titik inilah, nilai-nilai Islam bertemu dengan praktik psikoterapi modern yang mendorong seseorang untuk melakukan evaluasi diri guna menemukan makna baru dalam hidup. Proses kontemplasi seperti ini juga menjadi sarana untuk memperbarui niat dan mengurai beban psikologis yang mungkin telah lama menumpuk.
Selain berdampak pada dimensi personal, Tawaf juga memperkuat aspek sosial. Jutaan jamaah dari berbagai penjuru dunia berkumpul di tempat suci dengan tujuan yang sama, menciptakan rasa keterikatan dan solidaritas lintas budaya. Psikologi sosial menekankan bahwa keterhubungan antarindividu dapat memperkuat rasa aman, mengurangi kesepian, dan memberi dukungan emosional yang signifikan, yang semuanya berkontribusi pada stabilitas mental.
Lebih dari sekadar ibadah ritual, Tawaf mengajarkan pentingnya sinkronisasi antara fisik, mental, dan spiritual. Dalam sudut pandang psikologi holistik, manusia sehat adalah mereka yang mampu menjaga keseimbangan ketiganya. Maka, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Tawaf berfungsi sebagai terapi ruhani yang menyatukan dimensi religius dengan pendekatan psikologi modern dan psikologi Islam.
Ritual Tawaf bukan semata-mata gerakan fisik mengitari Ka’bah, melainkan perjalanan spiritual yang menyentuh jiwa manusia. Di tengah derasnya arus kehidupan modern yang sering kali melelahkan batin, Tawaf menyadarkan kita akan pentingnya kembali ke pusat kesadaran diri, tempat di mana hati bertaut dengan Tuhan. Setiap langkah yang diayunkan menjadi pengingat bahwa kedamaian sejati lahir dari keharmonisan antara aktivitas lahiriyah dan ketenangan batiniyah. Dengan demikian, Tawaf mengajarkan bahwa kesejahteraan psikologis bukan hanya soal bebas dari stres, melainkan kemampuan untuk merasakan makna hidup dalam keheningan yang penuh kesadaran.
Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh distraksi, manusia sering kehilangan ruang untuk menyendiri dan merenung. Tawaf memberi pelajaran penting: bahwa sesekali kita perlu memperlambat langkah, memutar arah ke dalam diri, dan membersihkan hati dari beban dunia. Setiap putaran dalam Tawaf mengajarkan makna baru tentang hidup, memberikan harapan, dan menciptakan kedamaian.
_____________
Penulis adalah Mahasiswa Doktoral di UIN Sumatera Utara, Dosen di STAI Raudhatul Akmal, Kepala Penjamin Mutu di Ponpes Darul Adib, dan Pimpinan Rumah Tahfizh Al-Munif Medan.
Comment