Nasib pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) akhirnya mendapatkan kepastian arah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Berdasarkan Perpres Nomor 79 Tahun 2025, IKN Nusantara secara resmi dibidik menjadi Ibu Kota Politik Indonesia yang akan mulai beroperasi pada tahun 2028, atau menjelang akhir masa jabatan Presiden. Namun, jalan menuju kesana masih diwarnai tantangan, termasuk penolakan DPR terhadap usulan anggaran tambahan yang signifikan.
HEADLINESIA.com, JAKARTA, 21 SEPTEMBER 2025 – Pemerintah Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan peta jalan yang jelas untuk percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Target besarnya adalah memfungsikan IKN sebagai pusat pemerintahan politik pada 2028 mendatang. Ketegasan arah kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025.
Perpres tersebut menyatakan, “Perencanaan dan pembangunan kawasan, serta pemindahan ke Ibu Kota Nusantara dilaksanakan sebagai upaya mendukung terwujudnya Ibu Kota Nusantara menjadi ibu kota politik di tahun 2028.” Hal ini menandai babak baru dalam perjalanan megaproyek strategis nasional tersebut.
Untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah merinci sejumlah langkah konkret. Prioritas utama adalah menyelesaikan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) seluas 800-850 hektare. Kebijakan tata ruangnya pun dibuat spesifik: hanya 20% lahan untuk gedung perkantoran, sementara 50% lahan dialokasikan untuk hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat
Mendukung operasional pemerintah, Pemerintah berencana memindahkan 1.700 hingga 4.100 Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Jakarta. Kepala Otorita IKN (OIKN), Basuki Hadimuljono, mengonfirmasi bahwa Kementerian PAN-RB telah menyusun rancangan pemindahan ASN dari 15 Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai gelombang pertama. Saat ini, sebanyak 1.170 ASN OIKN sendiri telah menjadi pionir dan menetap di hunian yang disediakan.
Di balik optimisme pemerintah, tantangan justru datang dari internal. Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menolak mentah-mentah usulan tambahan anggaran untuk OIKN sebesar Rp14,92 triliun pada tahun 2026. Penolakan ini tercantum dalam Surat Putusan Banggar tertanggal 11 September 2025.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan bahwa penolakan tersebut berlaku untuk seluruh kementerian mitra kerjanya. Keputusan ini tentu menjadi ganjalan serius bagi percepatan pembangunan yang ditargetkan.
Sementara itu, efek berantai pembangunan IKN dirasakan masyarakat sekitar, khususnya di Balikpapan. Pemerintah Kota Balikpapan terpaksa menunda penyesuaian tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setelah kebijakan itu menuai protes keras warganya.
Kenaikan PBB ini, menurut Asisten I Sekda Balikpapan Zulkifli, adalah konsekuensi logis dari melambungnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Infrastruktur seperti jalan tol telah mengubah harga tanah secara dramatis, dari semula Rp20.000 per meter menjadi di atas Rp500.000 per meter. Zulkifli membantah tindakannya “ugal-ugalan”, menegaskan bahwa penetapan NJOP berdasarkan kajian BPN, meski diakui ada “kesalahan teknis” pada beberapa data koordinat yang telah dikoreksi.
Sebagai solusi, Pemkot Balikpapan akan kembali menggunakan tarif PBB lama untuk sementara waktu dan memberikan kompensasi bagi yang telah bayar dengan tarif baru.
Mengingat besarnya anggaran yang dibutuhkan, yaitu sekitar Rp466 triliun, pemerintah tidak hanya mengandalkan APBN. Deputi IV KSP Juri Ardiantoro sebelumnya menyebut, skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan investasi swasta akan menjadi tulang punggung utama, dengan kontribusi hingga Rp253,4 triliun. Sementara, porsi APBN “hanya” sekitar Rp89,4 triliun.
Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mempertegas definisi “Ibu Kota Politik”. Pembangunan akan difokuskan pada gedung-gedung cabang kekuasaan eksekutif, legislatif (DPR/MPR/DPD), dan yudikatif, menyempurnakan pusat pemerintahan yang selama ini masih berfokus pada eksekutif.
Comment