SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum
Home / Hukum / Sidang Uji Materiil: Gaji Ganda Polisi Rangkap Jabatan Sipil, Picu Reformasi Birokrasi

Sidang Uji Materiil: Gaji Ganda Polisi Rangkap Jabatan Sipil, Picu Reformasi Birokrasi

Ilustrasi Foto: Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). (DERY RIDWANSAH/ JAWAPOS.COM)
Ilustrasi Foto: Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). (DERY RIDWANSAH/ JAWAPOS.COM)

Potensi praktik penerimaan gaji ganda oleh anggota Polri yang merangkap jabatan  mencuat dalam sidang uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK). Seorang saksi ahli membongkar ketidakadilan yang dialami profesional sipil yang kehilangan kesempatan kerja lantaran jabatan-jabatan strategis di instansi pemerintah justru diisi oleh polisi aktif. Persoalan ini dinilai telah mencederai konstitusi dan menciptakan ketimpangan sosial yang sistemik.


HEADLINESIA.com, JAKARTA, 15 SEPTEMBER 2025 – Sorotan tajam terhadap dualisme jabatan dan pendapatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kembali mencuat. Dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri (UU Polri) di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (15/9/2025), seorang saksi membeberkan praktik yang dinilainya tidak adil bagi warga sipil.

Stepanus Febyan Babaro, seorang profesional di bidang teknologi informasi (IT) yang menjadi saksi untuk pemohon, mengawali kesaksiannya dengan pengalaman pribadinya. Ia mengungkapkan kerisauannya setelah gagal menduduki posisi petinggi di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Penyebabnya, jabatan-jabatan yang seharusnya terbuka untuk umum itu telah diambil alih oleh personel Polri aktif.

“Hal tersebut sudah beberapa kali saya pertanyakan kepada lembaga negara tersebut, tahun 2024 dan di tahun 2025. Akan tetapi, saya mendapatkan jawaban bahwa jabatan-jabatan tersebut sudah diisi oleh instansi kepolisian,” tutur Stepanus di hadapan sidang.

Ia lantas menegaskan bahwa seharusnya polisi yang ingin duduk di kursi jabatan sipil harus mengundurkan diri dari korpsnya terlebih dahulu. Langkah ini, menurutnya, akan menciptakan iklim persaingan yang lebih adil dan merata bagi semua anak bangsa.

Gubernur Aceh Tolak Pemotongan Dana Transfer

Persoalan mendasarnya tidak hanya pada hilangnya kesempatan bagi sipil, melainkan juga pada potensi penerimaan penghasilan ganda (double income) yang didapat polisi perangkap jabatan. “Satu, gaji atau tunjangan sebagai anggota Polri, dan dua gaji serta fasilitas dari jabatan sipil yang didudukinya,” paparnya secara rinci.

Praktik inilah yang kemudian ditudingnya telah “menimbulkan ketidakadilan sosial dan mencederai prinsip persamaan di hadapan hukum”. Landasan konstitusionalnya adalah Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 yang menjamin setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Perkara bernomor 114/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Syamsul Jahidin. Pemohon menggugat ketentuan dalam Pasal 28 Ayat (3) dan penjelasannya dalam UU Polri. Pasal inilah yang dianggap menjadi pintu legal bagi polisi aktif untuk menduduki jabatan-jabatan sipil di luar institusi Polri.

Beberapa contoh jabatan strategis yang kini diduduki polisi aktif antara lain Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT. Mereka mengisi posisi-posisi itu tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun dari Polri.

Selain merugikan hak konstitusional warga sipil, kondisi ini dinilai bertentangan dengan prinsip netralitas birokrasi. Praktik rangkap jabatan disebut dapat menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik. Lebih jauh, hal ini dianggap sebagai bentuk baru dwifungsi Polri, di mana institusi ini tidak hanya berperan sebagai penjaga keamanan, tetapi juga masuk dalam ranah pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.

Pemerintah Targetkan Bebas ODOL 2027, Riau dan Jawa Barat jadi Percontohan

Tuntutan yang diajukan ke MK ini merepresentasikan gejolak yang semakin nyata di kalangan profesional sipil. Mereka mendorong adanya reformasi birokrasi yang lebih bersih dan adil, di mana setiap warga negara memiliki peluang setara untuk berkontribusi tanpa dikalahkan oleh privilege institusi tertentu.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×
×