SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekbis
Home / Ekbis / Produksi Gula Tertinggal, Impor Meningkat

Produksi Gula Tertinggal, Impor Meningkat

ilustrasi, Photo: masterclass.com
ilustrasi, Photo: masterclass.com

Kebutuhan gula nasional terus meroket dan mencapai hampir 6,5 juta ton per tahun untuk memenuhi permintaan konsumsi rumah tangga dan industri. Ironisnya, produksi gula dalam negeri hanya mampu memenuhi kurang dari setengahnya, yakni sekitar 2,46 juta ton pada tahun 2024. Kondisi ini memaksa Indonesia untuk terus menggantungkan pasokan pada impor gula rafinasi guna menutupi defisit yang kian melebar.


HEADLINESIA.com, JAKARTA, 28 AGUSTUS 2025 – Meski kesadaran masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat dengan mengurangi gula semakin meningkat, nyatanya selera nasional terhadap komoditas manis ini justru terus membubung. Deputi Bidang Koordinasi Usaha dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Widiastuti, mengungkapkan fenomena paradoks ini dalam Seminar Ekosistem Gula Nasional di Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, Widiastuti memaparkan bahwa kebutuhan gula konsumsi nasional masih konsisten tumbuh 2–3% setiap tahunnya. Di sisi lain, produksi gula dalam negeri juga menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan 5–6% per tahun. Namun, pertumbuhan produksi yang lebih tinggi ini ternyata belum cukup karena basis awalnya yang rendah.

“Kebutuhan gula di Indonesia ini setiap tahun meningkat, walaupun kita juga tahu pola hidup atau habitnya dari masyarakat kita sudah mengurangi konsumsi gula,” jelas Widiastuti.

Lebih detail, Widiastuti membeberkan bahwa total kebutuhan gula nasional—yang mencakup gula konsumsi langsung, industri, dan kawasan berikat—hampir menyentuh angka 6,5 juta ton. Sementara itu, produksi gula nasional pada periode yang sama rata-rata hanya berada di angka 2.465.739 ton. Artinya, terdapat defisit atau kekurangan pasukan yang sangat signifikan, lebih dari 4 juta ton, yang harus dipenuhi melalui impor.

Rumah Aset MPR RI di Depan DPRD Jabar Dibakar Massa

“Untuk mencukupi kebutuhan nasional, dari perhitungan ini masih adanya impor dari raw sugar (gula rafinasi),” ungkapnya.

Dari total produksi dalam negeri sekitar 2,46 juta ton tersebut, sektor swasta menjadi penyumbang terbesar dengan produksi 1,28 juta ton. Sementara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyumbang 1,17 juta ton. Namun, secara agregat, dalam lima tahun terakhir (2020-2024), produktivitas gula nasional hanya tumbuh lambat sebesar 3,91%, yang terutama disokong oleh pertumbuhan produksi BUMN sebesar 5,49%.

Mewujudkan swasembada gula, yang menjadi cita-cita Presiden Prabowo Subianto, bukanlah perkara mudah. Widiastuti mengakui masih banyak hambatan dan tantangan besar yang harus diatasi. Tantangan utama terletak pada penyediaan lahan untuk perluasan perkebunan tebu dan pembangunan pabrik gula baru.

“Itu [swasembada gula] memang tidak mudah. Banyak hambatan dan tantangan yang harus dilalui,” tegasnya.

Selain soal lahan, dua masalah krusial lainnya adalah fluktuasi harga gula yang tidak stabil dan penyerapan produk sampingan, yaitu tetes tebu atau molase, yang tidak optimal oleh pasar. Widiastuti juga menyoroti dampak dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 yang perlu dikaji ulang untuk mendukung ekosistem gula nasional yang lebih sehat dan mandiri.

Gedung DPRD Solo Hangus Terbakar, Suasana Mencekam

Related Posts

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Advertisement
× Advertisement