Kepolisian Daerah (Polda) Riau harus menelan pil pahit kekalahan dalam gugatan praperadilan yang diajukan mantan Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Sekwan) Riau, Muflihun. Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan penyitaan dua aset mewah Muflihun cacat hukum dan melanggar hak konstitusionalnya. Akibatnya, hakim memerintahkan pihak kepolisian untuk mencabut status sita dan mengembalikan kepemilikan satu unit rumah di Pekanbaru dan satu apartemen di Batam kepada Muflihun.
HEADLINESIA.com, PEKANBARU, 18 SEPTEMBER 2025 – Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Tunggal Dedy pada persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (18/9/2024) petang. Dalam pertimbangan putusannya, hakim menyatakan bahwa tindakan penyidik Subdit III Ditreskrimsus Polda Riau dalam menyita aset tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Menyatakan tindakan penyitaan tersebut melanggar hak konstitusional Pemohon sebagai warga negara. Memerintahkan Termohon mencabut atau menghapus status penyitaan atas rumah dan apartemen tersebut serta mengembalikan kedudukan hukum dan kepemilikan Pemohon seperti semula,” demikian bunyi putusan hakim yang dikutip dalam sidang.
Penyitaan kedua aset itu merupakan bagian dari proses penyidikan dugaan korupsi anggaran Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Setwan Riau pada tahun 2020-2021. Kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp195,9 miliar berdasarkan audit BPKP Riau ini masih dalam tahap penyidikan panjang. Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa lebih dari 400 saksi.
Kuasa hukum Muflihun, Ahmad Yusuf, menyambut baik putusan praperadilan ini. Ia menegaskan bahwa gugatan ini diajukan bukan untuk melemahkan institusi Polri, melainkan sebagai koreksi agar penegakan hukum selalu mengedepankan prosedur yang benar (due process of law) dan kepastian hukum.
“Khusus penyitaan rumah sangat merugikan klien kami Bapak Muflihun. Secara politik, nama baik maupun secara materi,” ujar Ahmad Yusuf. “Kami percaya, putusan ini dapat memulihkan nama baik Bapak Muflihun, karena kami percaya hukum ada di negeri ini, berdiri tegak untuk keadilan.”
Di sisi lain, pihak Polda Riau melalui Kabid Humas, Kombes Pol. Anom Karibianto, menyatakan akan menghormati keputusan hakim tersebut. Namun, mereka akan mempelajari lebih detail pertimbangan hakim setelah menerima salinan resmi putusan.
“Kita hormati keputusan hakim praperadilan. Kami akan pelajari terlebih dahulu pertimbangan hakim sehingga menerima gugatan penggugat, setelah kami menerima risalah putusan,” jelas Anom.
Meski kalah dalam praperadilan penyitaan aset, Anom menegaskan bahwa proses penyidikan utama terhadap kasus dugaan korupsi SPPD fiktif tidak terpengaruh dan akan terus berjalan.
“Penyidikan tetap berjalan, karena yang diterima gugatan oleh hakim praperadilan hanya terkait penyitaan aset, yaitu satu rumah di Pekanbaru dan satu apartemen di Batam,” tegasnya.
Hingga saat ini, penyidik telah menyita uang tunai senilai hampir Rp20 miliar dari tiga klaster penerima dana SPPD fiktif, yaitu Aparatur Sipil Negara (ASN), tenaga ahli, dan honorer di Setwan Riau.
Putusan praperadilan ini menjadi pelajaran penting bagi institusi penegak hukum untuk lebih berhati-hati dan menjunjung tinggi prosedur hukum yang berlaku dalam setiap tindakan penyidikan.
Comment