Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap luka keuangan berat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau Tahun 2024, dengan defisit membengkak hingga Rp 1,76 triliun. Menghadapi warisan masalah ini, Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid mengambil langkah tegas dengan menetapkan 2025 sebagai “tahun pengendalian belanja” dan tak segan memberikan sanksi bagi organisasi perangkat daerah (OPD) yang bandel.
HEADLINESIA.com, JAKARTA, 16 SEPTEMBER 2025 – Temuan BPK pada laporan keuangan daerah tahun 2024 bukan hanya sekadar catatan administratif, melainkan potensi bom waktu yang membebani kas daerah hingga tahun-tahun mendatang. Defisit anggaran yang terjadi akibat pengelolaan belanja dan utang yang tidak memadai itu memicu efek berantai, seperti tunda bayar dan penumpukan tunggakan. Menyikapi hal ini, Gubri Wahid mengeluarkan sejumlah instruksi keras untuk memutus mata rantai pemborosan dan memulihkan kesehatan fiskal daerah.
Hasil pemeriksaan BPK RI dengan menggunakan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPKN) membeberkan sejumlah kelemahan material yang mengganggu stabilitas keuangan Riau. Direktur Jenderal BPK RI, Nelson Ambarita, memaparkan langsung temuan ini di hadapan DPRD Riau, Senin (2/6/25).
Selain defisit anggaran yang besar, BPK menemukan sejumlah masalah krusial. Penerimaan daerah dianggarkan secara tidak rasional senilai lebih dari Rp 1,7 triliun. Yang lebih memprihatinkan, pengelolaan kas yang buruk menyebabkan ketekoran kas dan kesalahan fatal dalam perhitungan Sisa Kurang Perhitungan Anggaran (SIKPA) sebesar Rp 39,22 miliar. Bahkan, ketekoran kas juga ditemukan di Sekretariat DPRD Riau senilai Rp 3 miliar lebih.
Akibatnya, laporan keuangan Riau dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan terdapat ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang material. Masalah administratif seperti penatausahaan perjalanan dinas yang tidak memadai juga menambah daftar panjang pelanggaran di 10 OPD.
Menyambut tantangan berat ini, Gubernur Abdul Wahid bertekad membersihkan rumahnya sendiri. Dalam rapat di Ruang Rapat Melati Kantor Gubernur, Senin (15/9/2025), ia menegaskan bahwa tahun 2025 merupakan tahun pengendalian belanja untuk membayar tunda bayar dan menjalankan program yang benar-benar prioritas.
“Masih ada OPD yang belanja di luar mekanisme yang telah ditentukan, maka mereka akan diberi sanksi. Saya tak mau lagi ada belanja yang tak terkendali,” tegas Wahid dengan nada keras. Ia menilai perilaku sejumlah OPD yang tidak disiplin sangat mengganggu jalannya reformasi anggaran yang ia canangkan.
Untuk memastikan semua OPD berjalan sesuai arahan, Wahid telah menginstruksikan Sekretaris Daerah (Sekda) Riau untuk melakukan evaluasi rutin yang menyeluruh terhadap seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tidak hanya secara administratif tetapi juga kinerja dan kepatuhan fiskal.
Langkah lain yang tak kalah penting adalah memperkuat peran Inspektorat Daerah. Gubri meminta lembaga ini tidak hanya menjadi pencatat, tetapi aktif meneliti setiap proses pembelanjaan dengan saksama untuk mencegah pelanggaran sejak dini.
Ia juga menekankan pentingnya mengikuti alur administrasi yang benar, termasuk pembayaran utang yang harus berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM), bukan berdasarkan isu atau intervensi individu. “Saya sudah menekankan bahwa pembayaran hutang, itu berdasarkan SPM,” tegasnya.
Optimisme Gubernur Wahid untuk menyehatkan keuangan daerah kini dihadapkan pada warisan masalah yang dalam dan prediksi suram yang harus dihadapi. Gebrakan disiplin anggarannya tahun depan akan menjadi ujian nyata bagi komitmennya membangun Riau yang lebih sehat secara fiskal.
Comment