SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lingkungan
Home / Lingkungan / Ancaman Virus EEHV dan Alih Fungsi Lahan Mengintai Populasi Gajah

Ancaman Virus EEHV dan Alih Fungsi Lahan Mengintai Populasi Gajah

Foto. Wikipedia: Bayi gajah Sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo
Foto. Wikipedia: Bayi gajah Sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo

Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Provinsi Riau diperkirakan hanya tersisa 216 ekor. Ancaman terhadap satwa langka yang dilindungi ini semakin kompleks, tidak hanya dari degradasi habitat, tetapi juga dari wabah virus mematikan Elephant Endotheliotropic Herpesviruses (EEHV) yang telah merenggut nyawa salah satu gajah muda di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).


HEADLINESIA.com, PEKANBARU, 16 PEKANBARU 2025 – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau membeberkan data terbaru populasi Gajah Sumatera di provinsi tersebut. Berdasarkan hasil lokakarya tahun 2024 yang diikuti oleh mitra kerja BBKSDA Riau, jumlahnya diperkirakan mencapai 216 ekor, ujar Kepala BBKSDA Riau, Supartono, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/6/2025).

Namun, angka ini berbanding terbalik dengan kondisi habitat yang kian memprihatinkan. Supartono menjelaskan bahwa populasi yang kecil itu hidup dalam tekanan alih fungsi lahan yang masif. “Kondisi ini disebabkan oleh degradasi dan fragmentasi habitat, serta banyaknya lahan yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan permukiman,” jelasnya. Akibatnya, konflik atau interaksi negatif antara gajah dan manusia di area pemukiman dan perkebunan semakin sering terjadi.

Ancaman lain yang tak kalah berbahaya datang dari wabah virus. Misteri kematian anak gajah Sumatera berusia delapan tahun bernama Tari di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) akhirnya terungkap. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa Tari meninggal akibat serangan virus Elephant Endotheliotropic Herpesviruses (EEHV), yang dikenal sangat mematikan bagi gajah anak dan remaja.

Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro, menjelaskan keganasan virus tersebut. EEHV menyerang organ hati dan berkembang dengan sangat cepat. “Pengalaman kami di Aceh, virus ini dari mulai timbul gejala sampai gajah mati itu, hanya butuh waktu empat jam. Kami sudah berupaya maksimal dengan memberikan infus dan nutrisi, tetapi gajah tersebut tidak bisa bertahan,” ujar Heru.

Gubernur Aceh Tolak Pemotongan Dana Transfer

Virus EEHV merupakan jenis herpes yang dapat menyebabkan penyakit hemoragik parah dan seringkali fatal. Tantangan terbesarnya adalah kecepatan serangannya yang luar biasa. Gejala awal seperti lesu atau hilang nafsu makan dapat memburuk drastis hanya dalam hitungan jam.

Yang mencemaskan, hingga saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah penularan virus EEHV. “Yang jelas, sampai saat ini belum ada vaksin yang efektif yang bisa menghambat virus itu,” tegas Heru.

Menghadapi ancaman ini, Balai TNTN fokus pada upaya pencegahan dengan menjaga sanitasi lingkungan dan melakukan uji laboratorium segera jika ada gajah yang sakit. Sampel air liur dan darah diambil untuk deteksi dini. Namun, tantangannya besar karena gajah di TNTN hidup semi-liar, berbeda dengan di kebun binatang yang lebih terkontrol.

“Kunci utamanya adalah daya tahan tubuh gajah itu sendiri,” sebut Heru. Untuk meningkatkan imunitas, Balai TNTN memberikan suplemen tambahan seperti vitamin dan mineral kepada gajah-gajahnya.

Perhatian kini tertuju pada tujuh ekor gajah di flying squad TNTN yang sangat rentan, termasuk Domang yang masih anak-anak, serta remaja seperti Imbo, Tesso, dan Harmoni. Kematian Tari menjadi alarm bagi semua pihak tentang bahaya senyap EEHV yang mengintai populasi Gajah Sumatera yang kritis.

Pemerintah Targetkan Bebas ODOL 2027, Riau dan Jawa Barat jadi Percontohan

Merespon kondisi ini, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) berencana merehabilitasi habitat sekaligus menghitung ulang populasi gajah di seluruh Sumatera, yang diperkirakan sekitar 1.100 ekor yang hidup tersebar di 22 lanskap. Upaya konservasi juga digencarkan, salah satunya melalui program Peusangan Elephant Conservation Initiative (PECI) yang merupakan kolaborasi antara Kemenhut dengan organisasi non-pemerintah di lahan milik Presiden Prabowo Subianto di Aceh.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

×
×