Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, keponakan Presiden Prabowo Subianto, secara mengejutkan mengundurkan diri dari keanggotaan DPR RI. Langkah politikus Partai Gerindra yang akrab disapa Sara ini diambil setelah pernyataannya dalam sebuah siniar tentang dunia kerja memicu gelombang kritik dan kontroversi di masyarakat. Pengunduran dirinya telah diterima dan ditindaklanjuti dengan langkah penonaktifan oleh Fraksi Gerindra DPR.
HEADLINESIA.com, JAKARTA, 11 SEPTEMBER 2025 – Dalam sebuah pengumuman yang disampaikan melalui akun Instagram pribadinya pada Rabu (10/9/2025), Rahayu Saraswati atau Sara menyatakan sikapnya untuk mengundurkan diri dari kursi DPR RI, meski ia tengah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII. Pernyataan itu ia sampaikan langsung kepada pimpinan Fraksi Partai Gerindra.
Langkah pengunduran diri ini berangkat dari polemik atas pernyataannya dalam sebuah wawancara eksklusif di Antara TV Indonesia yang berjudul ”Rahayu Saraswati Kupas Isu Perempuan hingga Kolaborasi Ekonomi Kreatif”. Sara mengklaim bahwa rekaman wawancara berdurasi 42 menit itu telah dipotong dan diambil hanya pada menit ke-25 hingga ke-27 oleh pihak-pihak tertentu.
“Cukup panjang sebenarnya. Dua menit lebih yang dijadikan beberapa kalimat oleh pihak-pihak yang ingin menyulutkan api amarah masyarakat,” tegas Sara, menyiratkan bahwa ada upaya untuk memelintir maksud ucapannya dan memantik kemarahan publik.
Pernyataan kontroversial yang menjadi sorotan adalah ketika Sara membahas isu lapangan kerja. Dalam cuplikan video tersebut, ia terlihat mendorong anak muda untuk berwirausaha dan tidak bergantung pada pemerintah. “Menurut saya, anak-anak muda, ayo kalian kalau punya kreativitas jadilah pengusaha, jadilah entrepreneur, daripada ngomel enggak ada kerjaan, bikin kerjaan buat teman-teman lu,” ujarnya.
Ia melanjutkan dengan pernyataan yang paling banyak menuai kecaman, “Jangan hanya bersandar, karena kalau masih bersandar kepada sektor-sektor padat karya dan bersandar kepada pemerintah untuk provide the jobs, kita masih di zaman kolonial berarti… No, kita sudah move on dari situ.”
Meski konteksnya mendorong kemandirian, analogi “zaman kolonial” itulah yang dipersepsikan banyak kalangan sebagai pernyataan yang meremehkan dan tidak sensitif terhadap kesulitan rakyat dalam mencari pekerjaan.
Menanggapi badai kritik, Sara menyampaikan permohonan maaf. “Tidak ada maksud maupun tujuan dari saya sama sekali untuk meremehkan bahkan merendahkan upaya dan usaha yang dilakukan oleh masyarakat, terutama anak-anak muda,” jelasnya.
Ia juga memastikan bahwa dana aspirasi yang diperoleh dari daerah pemilihannya (dapil) akan tetap disalurkan untuk bantuan alat kesehatan, pelatihan usaha, pemberdayaan anak, dan menyelesaikan Revisi Undang-Undang Kepariwisataan sebagai tugas terakhirnya. Sara berkomitmen untuk tetap fokus pada isu-isu yang selama ini diperjuangkannya, seperti perdagangan orang, pengelolaan sampah, krisis iklim, dan pemberdayaan perempuan.
Fraksi Gerindra Tindak Lanjuti dengan Nonaktifkan Sara
Merespons pengunduran diri ini, Fraksi Partai Gerindra di DPR RI memutuskan untuk menonaktifkan Sara sambil menunggu proses administrasi lebih lanjut. Sekretaris Fraksi Gerindra, Bambang Haryadi, menyatakan pihaknya menghormati pilihan politik Sara.
“Sementara menunggu proses, maka Saudari Sara akan dinonaktifkan dari DPR,” kata Bambang dalam keterangan resminya. Ia menambahkan bahwa fraksi akan berkoordinasi dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra untuk memastikan seluruh prosedur pengunduran diri berjalan sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan mundurnya seorang anggota fraksi yang juga merupakan keluarga presiden dan menduduki posisi strategis di komisi, tentu menjadi catatan penting dalam peta politik Indonesia dan menuai beragam reaksi dari publik dan pengamat.
Pandangan Komunikasi Politik
Semetara itu Shodik Purnomo sebagai seorang Pengamat Politik Muda yang berangkat dari ranah Ilmu Komuninikasi menilai potongan dari sebuah pernyataan dalam berkomunikasi dapat menimbulkan kegaduhan dan gejolak yang besar. Sikap Sara dalam mengambil Kebijakan Mundur sudah tepat, tetapi dalam hal ini sebenarnya tidak perlu mundur.
“Sikap Sara adalah sikap Ksatria. Beliau mengambil Langkah dimana Persatuan dan Kesatuan Bangsa dan Negara adalah menjadi dasar sikap Politiknya. Tetapi sebenarnya Mundurnya Sara ini tidak perlu dilakukan jika kita mellihat dokumen videonya secara utuh. Tegas Shodik.
“Jaman sekarang Konten media sosial ini ada beberapa perilaku yang seharusnya tetap berada pada poros Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Jika perpecahan diantara kita terjadi, kita sendiri dan juga yang akan mendapatkan dampak pertama kali, bahkan hingga ke generasi nanti. View pada media sosial boleh kita kejar, tetapi ingat kita tetap harus berada pada poros Prinsip Persatuan dan Kesatuan Bangsa ini. imbuh Shodik Purnomo.
Comment