Hukum
Home / Hukum / Muflihun Buka Suara Tentang Kewenangan SPPD

Muflihun Buka Suara Tentang Kewenangan SPPD

Muflihun Buka Suara tentang kewenangan SPPD
Muflihun Buka Suara tentang kewenangan SPPD

headlinesia.com, Pekanbaru, 20 Juni 2025 –  Proses penyidikan dugaan korupsi SPPD fiktif senilai Rp198 miliar di Sekretariat DPRD Provinsi Riau periode 2020-2021 terus memanas. Nama mantan Sekretaris Dewan (Sekwan), Muflihun, menjadi sorotan utama, meski status hukumnya masih diperdebatkan.

Kuasa hukum Muflihun, Ahmad Yusuf, menegaskan kliennya belum ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik. Yusuf menyayangkan keras pemberitaan media yang menyebut inisial ‘M’ atau langsung menyebut nama Muflihun, yang dinilai mencemari nama baik secara prematur dan membentuk opini publik menyesatkan.

“Hingga saat ini, klien kami tidak pernah menerima surat penetapan tersangka maupun pemberitahuan secara resmi dari pihak penyidik. Penyebutan inisial ‘M’ secara terbuka tanpa konfirmasi telah merusak reputasi klien kami,” tegas Yusuf dalam keterangan pers di Pekanbaru, Jumat (20/6/2025).

Bantahan Kewenangan dan Tuduhan Langsung
Muflihun dan tim hukumnya secara tegas membantah kliennya memiliki kewenangan atau terlibat langsung dalam pelaksanaan dan pengelolaan dana Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang diduga fiktif itu.

“Semua kegiatan terkait SPPD dilaksanakan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Bendahara, dan pejabat teknis lainnya. Sebagai Sekretaris DPRD, Muflihun tidak memiliki kewenangan teknis, administratif, maupun keuangan dalam pelaksanaan perjalanan dinas,” jelas Yusuf. Muflihun menegaskan dirinya hanya bertugas sebagai pejabat administrasi yang menandatangani berkas.

Demo Tesso Nilo: Legitimasi AMMP Dipertanyakan

“Saya Sekwan, Sekretaris DPRD Provinsi Riau. Pejabat administrasi. Tukang tanda tangani berkas-berkas. Apakah Muflihun mengelola uang langsung? Tidak,” tegas Muflihun dalam jumpa pers yang sama. Ia menambahkan bahwa statusnya sebagai “pengguna anggaran” tidak berarti mengelola anggaran secara langsung.

Dampak Psikologis dan Ancaman Gugatan
Muflihun mengungkapkan tekanan psikologis berat yang dialaminya dan keluarga akibat pemberitaan yang menyudutkannya. Ia merasa telah dihukum sosial sebelum proses hukum selesai.

“Bahkan ada media yang berani menyebut langsung. Ter-branding tersangka satu tahun lalu, itu luar biasa tekanannya. Beban moril, kasihan istri dan anak saya,” ujarnya. Ia mempertanyakan alasan penyebutan namanya padahal setelah setahun, belum ada penetapan tersangka resmi.

Menanggapi hal ini, tim hukum Muflihun, yang diwakili Saidi Amri Purba, telah mengajukan permohonan perlindungan hukum ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Purba juga mengancam akan menempuh jalur hukum lebih jauh jika kliennya ditetapkan sebagai tersangka tanpa dasar kuat.

“Jika penetapan tersangka tetap dipaksakan tanpa dasar hukum yang sah, kami akan menempuh berbagai langkah hukum termasuk gugatan praperadilan, gugatan ke PTUN, serta pengaduan terhadap oknum penyidik ke PROPAM dan Kompolnas,” tegas Purba.

Kenapa Prabowo Tetapkan Empat Pulau Bagian Aceh?

Keraguan atas Kerugian Negara
Muflihun juga menyatakan keraguan atas besaran kerugian negara Rp198 miliar yang dihitung penyidik, menegaskan perhitungan itu tidak sesuai dengan kewenangannya. “Bahkan hingga saat ini, belum ada audit rekening saya pribadi,” tandasnya. Ia berharap pihak berwajib, termasuk Wakapolri dan Kabag Reskrim, melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam dan transparan.

Kasus SPPD fiktif DPRD Riau yang mengguncang kepercayaan publik ini memasuki satu tahun penyidikan. Muflihun dan tim hukumnya kini membuka suara untuk menjelaskan peran dan keterbatasan wewenang Sekretaris DPRD Provinsi Riau, sembari menunggu perkembangan hukum lebih lanjut.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Advertisement
× Advertisement