Ekonomi
Home / Ekonomi / Warga Merasa “dikibuli” Soal Diskon Listrik

Warga Merasa “dikibuli” Soal Diskon Listrik

Warga Merasa "dikibuli" Soal Diskon Listrik
Warga Merasa "dikibuli" Soal Diskon Listrik

Headlinesia.com, TANGERANG/JAKARTA – Rencana pemerintah memberikan diskon tarif listrik 50% untuk Juni-Juli 2025 yang dibatalkan mendadak memicu gelombang kekecewaan dan rasa dikhianati di kalangan masyarakat. Warga menilai pembatalan ini bagai “prank” atau gurauan yang menyakitkan di tengah beban ekonomi yang masih terasa.

Hendrawan (30), warga Kabupaten Tangerang, menyampaikan kekecewaannya yang mendalam. “Lebih ke kecewa, nelongso, dikasih harapan palsu. Ada diskon listrik bulan depan, eh ternyata prank, enggak ada,” ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (3/6/2025). Ia merasakan manfaat nyata diskon serupa saat diterapkan Januari-Februari 2025, yang sangat meringankan di tengah kenaikan harga pokok.

Bagi warga seperti Hendrawan, diskon itu bukan sekadar bantuan kecil, tapi “angin segar” yang tiba-tiba ditiadakan. Ia membandingkan tagihannya: hanya Rp 106.443 di Maret (pemakaian Februari berdiskon), melonjak drastis menjadi Rp 477.710 di Mei (pemakaian April tanpa diskon). “Ya lumayanlah… bisa dialihkan buat nabung,” ucapnya, menyiratkan penghematan yang terpaksa dilakukan.

Kekecewaan serupa diungkapkan Zizi (27), warga Depok yang tinggal di kosan Jakarta Barat. Sebagai pengguna listrik prabayar, ia merasakan langsung pembengkakan biaya. “Padahal, beberapa bulan belakangan, terutama semenjak ada program diskon listrik, tarif listrik saya membengkak parah,” keluhnya. Ia bingung karena pemakaiannya wajar, bahkan sering kosong, namun kini harus mengisi token setiap 10 hari dengan total Rp 300.000, bandingkan sebelumnya Rp 150.000 per bulan. “Rugi banget rugi, pemerintah enggak jelas,” protes Zizi.

Janji diskon 50% tersebut sempat disampaikan pemerintah sebagai bagian dari enam stimulus ekonomi yang akan diluncurkan 5 Juni 2025. Namun, pengumuman resmi stimulus kemarin justru tak mencakup program diskon listrik. Ketidaksesuaian antara ekspektasi yang dibangun dan realitas inilah yang memunculkan rasa dikhianati. Zizi menambahkan, “Ketimbang buat BSU, lebih baik subsidi itu untuk tarif diskon PLN. Jadi bisa dirasakan semua masyarakat. Biaya listrik yang membengkak juga seharusnya dijelaskan alasannya kenapa?”

Butuh Rp7.000 Triliun, Untuk Kejar Pertumbuhan 8%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, proses penganggaran untuk diskon tarif listrik ternyata lebih lambat dibandingkan program stimulus lainnya. “Sebagai gantinya,” jelasnya seperti dikutip dalam pengumuman resmi, pemerintah mengalihkan fokus pada penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 600.000 untuk dua bulan kepada 17,3 juta pekerja berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta.

Bagi banyak warga yang bukan penerima BSU, seperti Hendrawan dan Zizi, pembatalan diskon listrik berarti hilangnya bantuan langsung yang sebelumnya dirasakan sangat membantu menekan pengeluaran bulanan. Pembengkakan tagihan listrik yang mereka alami pasca-berakhirnya diskon awal tahun semakin memperdalam rasa kecewa. Mereka mempertanyakan transparansi alasan pembengkakan tarif dan kejelasan komitmen pemerintah dalam memberikan bantuan yang menyentuh lapisan masyarakat lebih luas.

Pembatalan sepihak ini meninggalkan pertanyaan besar tentang koordinasi dan kejelasan komunikasi kebijakan publik, serta prioritas pemerintah dalam memberikan bantuan di tengah tekanan inflasi yang masih dirasakan masyarakat.

#headline #headlinesia #BeritaHeadline #diskonlistrik #pln

Harga Tanah Mahal Paksa Rumah Subsidi Mengecil

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Advertisement
× Advertisement