headlinesia.com, JAKARTA, 7 Juli 2025 – Kredibilitas seorang ahli hukum pidana menjadi sorotan dalam sidang lanjutan kasus dugaan perlindungan situs judi online (judol) oleh pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Mengapa keterangan ahli ini dianggap lemah oleh penuntut? Jawabannya terungkap dalam pemeriksaan sengit JPU terhadap kapasitas Handar Subhandi Bakhtiar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (7/7).
Bergabung di Channel WhatsApp untuk update lebih cepat, yuk….
Handar dihadirkan sebagai ahli oleh kuasa hukum terdakwa Zulkarnaen Apriliantony alias Tony. Sidang ini merupakan bagian dari megaperkara yang terbagi dalam empat klaster terkait dugaan pembiaran situs judol.
Pertaruhan Kredibilitas di Persidangan
JPU langsung mempertanyakan rekam jejak Handar. Mengapa pengalaman spesifiknya dipertanyakan? Handar mengakui dirinya belum pernah menjadi ahli dalam kasus yang menyentuh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) maupun Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) – dua aspek krusial dalam perkara ini.
- “Saudara belum pernah jadi ahli dalam ITE, TPPU juga belum, lalu kompetensi Saudara dalam perkara ini di mana?” tanya JPU tegas.
- Handar membalas, “Saya lebih fokus ke hukum materi saja,” menegaskan keahliannya di ranah hukum pidana umum, bukan spesifik digital atau pencucian uang.
Uji Pemahaman Teknis dan Teoritis
Pemeriksaan berlanjut ke latar belakang akademik dan pemahaman teknis. JPU menggali spesialisasi doktoral Handar (“Bidang hukum pidana dan pembuktian ilmiah”) lalu menguji pemahamannya atas istilah kunci UU ITE seperti “mentransmisikan”, “mendistribusikan”, dan “membuat dapat diaksesnya”.
Handar menjelaskan:
- “Mentransmisikan” dan “mendistribusikan” sebagai tindakan aktif menyebarkan informasi.
- “Membuat dapat diaksesnya” bisa terjadi tanpa interaksi langsung, misal dengan memberikan kata sandi atau tautan publik. “Kalau saya punya password, lalu saya kasih ke orang lain, maka dia bisa akses. Itu perbuatan membuat dapat diaksesnya,” ujarnya.
- Namun, ia menekankan bahwa situs yang dikunci atau tidak aktif tidak bisa dianggap “terbuka aksesnya” tanpa peran aktif pengendali: “Kalau mengatakan akses secara umum, itu tidak bisa. Harus saya yang memberikan akses… sayalah yang membuka URL itu bisa diakses.”
JPU menekankan perlunya pembuktian sebab-akibat lebih lanjut terkait perbuatan “membuka akses”, yang disetujui Handar.
Keraguan JPU dan Kesimpulan Pemeriksaan
JPU juga menguji pemahaman Handar tentang unsur kesengajaan (“dolus eventualis” atau kesengajaan dengan syarat kemungkinan) menggunakan ilustrasi terkait pembiaran situs judol. Handar menjelaskan teori tiga bentuk kesengajaan, namun menekankan bahwa pembuktian tetap harus melihat fakta konkret dan hubungan kausal di persidangan: “Harus dilihat juga ada tidaknya sebab-akibat. Kalau tidak sinkron, maka tidak bisa dipertanggungjawabkan.”
Mengapa JPU akhirnya meragukan relevansi keterangan Handar? JPU secara eksplisit mempertanyakan landasan pendapat Handar tanpa pengalaman praktis menangani kasus ITE atau TPPU: “Kalau hanya menjelaskan definisi secara normatif tanpa pengalaman langsung… bagaimana bisa Saudara menyatakan pendapat yang relevan?”
Pada penutupan pemeriksaan, JPU menyimpulkan keterangan Handar terbatas secara kompetensi dan relevansi untuk pembuktian kasus spesifik ini. “Kalau begitu, keterangan ahli ini sangat terbatas dan tidak dapat dijadikan landasan dalam konteks pembuktian yang menyeluruh,” tegas JPU.
Lingkup Perkara Besar
Kasus dugaan perlindungan situs judol ini melibatkan banyak pihak, terbagi dalam empat klaster terdakwa yang disidangkan di PN Jaksel:
- Klaster Koordinator: Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, Alwin Jabarti Kiemas.
- Klaster Mantan Pegawai Kominfo: Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, Radyka Prima Wicaksana.
- Klaster Agen Situs Judol: Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai Ana, Budiman.
- Klaster TPPU: Darmawati, Adriana Angela Brigita.
Sidang ini menyoroti tantangan pembuktian kasus kejahatan digital kompleks dan pentingnya keahlian yang benar-benar relevan dengan ranah spesifik seperti ITE dan TPPU. Pemeriksaan terhadap ahli selanjutnya dan perkembangan pembuktian oleh JPU akan menjadi kunci menentukan arah persidangan.
Comment