headlinesia.com, Jakarta, 4 Juli 2025 – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap 51 kasus dugaan pelanggaran disiplin profesi atau malapraktik medis sepanjang 2023–2025, di mana 24 di antaranya berujung kematian pasien. Temuan ini memicu sorotan mendesak atas sistem pengawasan pelayanan kesehatan di Indonesia, terutama karena separuh lebih laporan berasal dari viralnya kasus di media sosial.
Dampak Serius dan Tren Kematian
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI (2/7/2025), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan rincian 51 laporan tersebut:
- 21 laporan disampaikan langsung ke Kemenkes.
- 30 laporan via media massa/sosial.
Dari total kasus, 24 berakibat kematian (13 kasus terjadi pada 2025), disusul 10 kasus infeksi/komplikasi, 8 kesalahan prosedur medis, 7 kasus disabilitas/luka berat, dan 2 sengketa informasi.
Mengapa Penanganan Masih Tersendat?
Meski sebagian kasus telah tuntas, beberapa masih diproses Majelis Disiplin Profesi (MDP) Kemenkes, seperti:
- Kematian ibu bersalin di RSUD Subang (Maret 2023), disimpulkan akibat lemahnya sistem rujukan dan kurangnya pelatihan gawat darurat maternal.
- Kebocoran usus dan sepsis di RS pemerintah Jakarta (November 2024), masih dalam penyelidikan MDP diduga karena kelalaian dokter.
Akar Masalah: SOP, Kompetensi, dan Komunikasi
Menkes Budi menyatakan 51 laporan tersebut didominasi tiga faktor:
- Pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP).
- Keterampilan tenaga medis/kesehatan yang tidak memadai.
- Kegagalan komunikasi dengan pasien.
Sanksi Pidana hingga Pencabutan Izin Praktik
Budi menegaskan, tenaga kesehatan (nakes) atau tenaga medis (named) yang terbukti malapraktik akan menerima sanksi berdasarkan UU No. 17/2023 tentang Kesehatan, meliputi:
- Peringatan tertulis, pelatihan ulang, penonaktifan Surat Tanda Registrasi (STR), hingga pencabutan Surat Izin Praktik (SIP).
- Sanksi pidana: 5 tahun penjara/denda Rp500 juta jika menyebabkan kematian, atau 3 tahun penjara/denda Rp250 juta untuk luka berat.
Catatan sanksi akan masuk database SATUSEHAT SDMK sebagai track record fasyankes dan tenaga kesehatan.
IDI: “Tidak Semua Kegagalan Adalah Malapraktik”
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan perlunya membedakan malapraktik dengan risiko medis wajar. “Operasi berisiko komplikasi meski prosedur diikuti benar. Jika tanpa kelalaian, ini bukan malapraktik,” tegas perwakilan PB IDI dr. Dicky. IDI juga mengkritik sanksi ganda dalam UU Kesehatan: dokter yang sudah dihukum MDP masih bisa digugat perdata/pidana.
DPR Soroti Beban Kerja dan Kekuatan MDP
Komisi IX DPR RI menyoroti beban kerja berlebihan sebagai pemicu potensi kelalaian. “Dokter kerap buru-buru pindah praktik ke RS swasta setelah bertugas di RS inti. Ini masalah tata kelola,” ujar Ketua Komisi IX Felly Estelita Runtuwene.
Wakil Ketua Komisi IX Charles Honoris mendesak penguatan MDP: “Hanya 9 anggota yang menangani kasus se-Indonesia. Tidak wajar. Perlu tambahan anggaran dan personel.”
Proses Pengaduan dan Perlindungan Nakes
Masyarakat dapat melapor malapraktik melalui:
- Fasyankes (puskesmas/klinik/RS).
- Dinas kesehatan kabupaten/kota.
- Kemenkes via Halo Kemkes 1500-567, surat, Sistem LAPOR!, atau tatap muka.
Budi menekankan, nakes yang bekerja sesuai prosedur harus dilindungi dari kriminalisasi. Namun, transparansi tetap kunci: “Menutupi kasus malapraktik justru merugikan nakes yang baik dan merusak kepercayaan publik.”
Data Kemenkes ini menjadi alarm bagi sistem kesehatan nasional: selain penegakan disiplin, pembenahan SOP, kompetensi nakes, dan beban kerja harus jadi prioritas. Tanpa itu, malapraktik berisiko terus mengancam keselamatan pasien.
Comment