Tragedi maut kembali menyapa Selat Bali. KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam hanya 15 menit setelah panggilan darurat akibat “blackout” dan dihantam gelombang mematikan, menewaskan 6 orang dan membuat 30 penumpang masih hilang. Mengapa pelayaran di selat ini begitu rentan?
Headlinesia.com, Banyuwangi, 4 Juli 2025 – Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya yang mengangkut 65 orang dan 22 kendaraan, tenggelam di perairan Selat Bali pada Rabu malam (2/7/2025). Kapal rute Ketapang-Gilimanuk itu mengalami blackout total sebelum akhirnya terbalik dan hanyut. Hingga Kamis malam (3/7/2025), 6 korban dinyatakan tewas, 29 selamat, dan 30 lainnya masih dalam pencarian.
Menurut laporan maritim, kapal mengirim sinyal distress pukul 23.20 WIB saat kehilangan daya listrik. Pada 23.35 WIB—hanya 15 menit kemudian—kapal dinyatakan tenggelam. Pukul 00.22 WITA, badan kapal terpantau terbalik dan terbawa arus ke selatan. Penyebab utama diduga kombinasi blackout dan ganasnya “ombak maling”, fenomena gelombang tinggi khas Selat Bali yang kerap muncul pada musim angin tenggara (Juni-Agustus).
“Ombak Maling” Ancaman Mematikan di Musim Tenggara
Mohammad Pandu (34), Mualim I kapal yang berpengalaman berlayar sejak 2013, menjelaskan bahwa ombak maling adalah momok pelaut Selat Bali. “Gelombang ini menghantam lambung kiri/kanan kapal jika menghadap timur atau tenggara. Muatan kendaraan mudah bergeser, membuat kapal oleng dan sulit dikendalikan,” ujarnya, merujuk wawancara dengan Kompas.id (2021). Periode Juni-Agustus, diakui Pandu, adalah puncak ancaman akibat angin tenggara.
Korban Tewas dan Evakuasi
Enam korban meninggal—termasuk Fitri April Lestari (33) dan putranya Afnan Aqiel Mustofa (3)—telah diserahkan ke keluarga di Pelabuhan Ketapang. Prosesi disaksikan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi dan Kapolda Jatim Irjen Nanang Avianto. “Pencarian hari ini berhasil menemukan 35 penumpang: 29 selamat dan 6 meninggal,” tegas Dudy. Tim SAR gabungan masih menyisir perairan untuk menemukan 30 korban hilang.
Mengapa Selat Bali Rawan?
Data historis menunjukkan Selat Bali memiliki arus kuat dan topografi bawah laut kompleks. Fenomena ombak maling (gelombang tinggi tiba-tiba) dipicu benturan arus Samudra Hindia dan Laut Jawa. Kombinasi blackout dan serangan gelombang ini diduga menjadi penyebab utama kapal kehilangan keseimbangan.
Duka dan Respons Otoritas
Pemerintah mengerahkan KRI, helikopter, dan kapal patroli untuk operasi SAR. Korban tewas dibawa ke RSUD Blambangan sebelum dipulangkan. Masyarakat Banyuwangi berduka, terutama bagi korban seperti Elok Rumantini (34), penjaga kantin asal Banyuwangi, dan Cahyani (45) warga Srono.
Legenda dan Realitas
Di balik legenda mistis pemisahan Jawa-Bali oleh Sidi Mantra (dongengceritarakyat.com), realitas Selat Bali tetap mengandalkan kewaspadaan teknis. Pemerintah didesak memperketat protokol keselamatan, terutama pada musim puncak gelombang.
Comment