Ekbis
Home / Ekbis / Pasca Vonis Thomas Lembong, Ironi Gula Indonesia: Dari Eksportir Terbesar Dunia ke Pengimpor Nomor Satu Global

Pasca Vonis Thomas Lembong, Ironi Gula Indonesia: Dari Eksportir Terbesar Dunia ke Pengimpor Nomor Satu Global

Instalasi Pabrik Gula di Jawa pada 1895. (Foto : KITLV).
Instalasi Pabrik Gula di Jawa pada 1895. (Foto : KITLV).

Putusan 4,5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong membuka tabir ketergantungan akut Indonesia pada impor gula. Di tengah kebutuhan nasional yang mencapai 7 juta ton per tahun—diproyeksikan melonjak ke 8 juta ton pada 2025—produksi lokal hanya mampu menyuplai 2,6 juta ton. Fakta mengejutkan terungkap: Indonesia kini saling silih berganti dengan China sebagai importir gula terbesar di dunia, masing-masing mencatat 5,2 juta ton impor pada periode Mei 2024–2025. Padahal, sejarah mencatat era kejayaan gula Nusantara saat masih bernama Hindia Belanda, di mana Jawa menjadi eksportir terbesar kedua global setelah Kuba.


Bergabunglah di Channel WhatsApp untuk update berita lainnya


HEADLINESIA.com, JAKARTA, 21 Juli 2025 – Vonis 4,5 tahun penjara untuk eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak hanya menyoroti kasus hukum, tetapi juga menguak ketimpangan struktural sektor gula nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengonfirmasi ketergantungan Indonesia pada impor gula rata-rata di atas 5 juta ton per tahun, sementara produksi domestik stagnan di angka 2,6 juta ton. Kesenjangan ini kian kritis mengingat konsumsi gula diprediksi tembus 8 juta ton pada 2025.

Berdasarkan laporan United States Department of Agriculture (USDA), Indonesia dan China saling berebut posisi puncak sebagai importir gula terbesar dunia. Periode Mei 2024–Mei 2025, kedua negara sama-sama mengimpor 5,2 juta ton. Realitas ini berbanding terbalik dengan masa keemasan Hindia Belanda abad ke-19, di mana Jawa—pusat produksi gula Nusantara—menjadi eksportir nomor dua global di bawah Kuba.

Mengutip jurnal riset “Two Islands, One Commodity: Cuba, Jawa, and The Global Sugar Trade (1790–1930)” karya Ulbe Bosma dan Jonathan Curry Machado, sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada 1830–1870 mengubah Jawa menjadi raksasa gula dunia. Pasca-penghapusan tanam paksa, investasi perkebunan partikelir Belanda melesat. Undang-Undang Agraria 1870 memicu pembangunan 94 pabrik gula dalam waktu singkat di Jawa, dengan jarak antar-pabrik yang saling berdekatan. Saat itu, gula bersama kopi dan tembakau menjadi primadona komoditas yang menyelamatkan ekonomi Belanda dari kebangkrutan.

Jokowi Siap Banting Tulang untuk PSI

Pakar ekonomi pertanian Universitas Indonesia, Prof. Ahmad Syafiq, Ph.D., menyatakan kondisi ini mencerminkan kegagalan revitalisasi sektor perkebunan pascakemerdekaan. “Tebu adalah warisan strategis yang justru terabaikan. Kita impor 70% kebutuhan gula, padahaltanah dan iklim Nusantara tak kalah subur dari era kolonial,” tegasnya.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Advertisement
× Advertisement