Kabar Daerah
Home / Kabar Daerah / Krisis Kepala Sekolah: Aturan Guru Penggerak Dicabut!

Krisis Kepala Sekolah: Aturan Guru Penggerak Dicabut!

Krisis Kepala Sekolah: Aturan Guru Penggerak Dicabut. Foto Ilustrasi
Krisis Kepala Sekolah: Aturan Guru Penggerak Dicabut. Foto Ilustrasi

headlinesia.com, Jakarta, 28 Juni 2025 – Ribuan sekolah di Indonesia masih merana tanpa pemimpin definitif. Hingga pertengahan 2025, lebih dari 50.000 posisi kepala sekolah di berbagai jenjang pendidikan masih kosong, menimbulkan kekhawatiran serius terhadap pengelolaan dan kemajuan institusi pendidikan nasional. Kekurangan kepala sekolah yang mencapai angka 50.971 orang ini dipicu oleh kebijakan lama yang dinilai menghambat, namun kini diharapkan teratasi dengan perubahan aturan terbaru.


Bergabung di Channel WhatsApp untuk update lebih cepat, yuk….


Mengapa kekosongan massal ini terjadi? Dirjen Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (GTKPG) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Nunuk Suryani, mengonfirmasi besarnya angka kekosongan tersebut. “Kekurangan kepala sekolah di seluruh Indonesia mencapai 50.971 orang,” tegas Nunuk dalam peluncuran Program Kepemimpinan Sekolah (KPS) di Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025). Dari total itu, sebanyak 10.891 posisi kosong akibat pensiun pada 2025, sementara lebih dari 40.000 lainnya memang belum pernah terisi.

Kebijakan Era Nadiem Jadi Biang Kerok?
Pengamat pendidikan Darmaningtyas dari Perguruan Taman Siswa menuding kebijakan era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya, Nadiem Makarim, sebagai akar masalah utama. Aturan yang mewajibkan kepala sekolah berasal dari kalangan guru penggerak dinilai menjadi batu sandungan besar. “Pada masa Nadiem, ada Surat Edaran yang menyatakan kepala sekolah harus diambil dari guru penggerak,” jelas Darmaningtyas kepada Kompas.com, Jumat (27/6/2025).

Masalahnya, banyak guru penggerak masih relatif muda dan dinilai belum memiliki pengalaman manajerial serta kematangan jiwa yang memadai untuk memimpin sekolah. “Menjadi kepala sekolah tidak cukup hanya dengan kecerdasan akademik. Dibutuhkan kematangan jiwa dan rekam jejak kepemimpinan,” tandas Darmaningtyas. Pengalaman seperti menjabat Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum atau kesiswaan, menurutnya, adalah bekal penting yang sering kali belum dimiliki guru penggerak muda.

Jokowi Siap Banting Tulang untuk PSI

Kondisi ini menjebak kepala daerah dalam dilema. Mereka tidak bisa mengangkat dari luar guru penggerak karena aturan, tetapi juga enggan memilih dari dalam karena kekhawatiran atas ketidaksiapan calon. “Kepala daerah tidak berani menunjuk dari luar guru penggerak karena aturan itu, tapi mereka juga enggan memilih guru penggerak karena dinilai belum matang,” papar Darmaningtyas.

Solusi Baru: Pencabutan Aturan Wajib Guru Penggerak
Merespons krisis ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengambil langkah tegas: mencabut aturan wajib guru penggerak sebagai satu-satunya sumber calon kepala sekolah. Surat Edaran terbaru memberikan keleluasaan kepada kepala daerah untuk mengangkat kepala sekolah berdasarkan pengalaman dan kematangan, bukan semata status dalam program tertentu.

Sekarang Menteri Abdul Mu’ti sudah mengeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa kepala sekolah tidak harus dari guru penggerak. Ini akan membuka jalan bagi guru-guru lain yang berpengalaman untuk diangkat,” ujar Darmaningtyas yang menyambut baik kebijakan ini. Ia optimistis kekurangan kepala sekolah akan segera terisi karena hambatan regulasi telah dihilangkan. “Saya kira, dalam waktu dekat, kekurangan kepala sekolah bisa teratasi karena sekarang tidak ada hambatan lagi bagi kepala daerah untuk memilih guru terbaik,” harapnya.

Program Kepemimpinan Sekolah (KPS) Dipercepat
Di sisi lain, Kemendikdasmen, melalui Dirjen GTKPG Nunuk Suryani, berkomitmen menuntaskan persoalan ini. Salah satu strateginya adalah mempercepat penyiapan calon kepala sekolah melalui Program Kepemimpinan Sekolah (KPS). Program ini dirancang untuk tiga tujuan utama: menyiapkan calon kepala sekolah dan pengawas sekolah, serta menguatkan kompetensi pemimpin pendidikan yang ada.

“KPS adalah program yang mengarahkan dan mengelola ekosistem sekolah untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, inklusif, adaptif, dan berkeadilan,” jelas Nunuk. Melalui KPS, Kemendikdasmen berupaya mencetak pemimpin pendidikan yang tangguh, siap mengisi kekosongan dan memastikan mutu pengelolaan sekolah tidak terganggu oleh kekurangan kepala sekolah.

Soal PSI: WA Tak Dibalas Kaesang, Raja Juli Antoni Hampir Menangis

Dengan kombinasi pencabutan aturan yang dianggap membelenggu dan percepatan program penyiapan calon, pemerintah berharap krisis kepala sekolah nasional yang telah berlarut-larut ini dapat segera menemui jalan keluar. Fleksibilitas bagi daerah dan fokus pada pengalaman serta kompetensi diharapkan menjadi kunci pengisian puluhan ribu posisi strategis yang masih mangkrak tersebut.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Advertisement
× Advertisement