Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengambil langkah responsif menyikapi gelombang keresahan masyarakat akibat maraknya kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sejumlah daerah. Melalui Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan kepada semua Kepala Daerah, Tito meminta agar kebijakan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan PBB benar-benar mempertimbangkan daya beli dan kondisi sosial ekonomi warga. Langkah ini diambil meskipun secara hukum, kewenangan penuh ada di tangan pemerintah daerah.
HEADLINESIA.com, JAKARTA, 20 AGUSTUS 2025 – Merespon aduan dan kegelisahan yang merebak, Menteri Tito Karnavian menegaskan bahwa setiap keputusan menaikkan pajak tidak boleh dibuat secara sepihak. “Setiap kepala daerah betul-betul untuk menyesuaikan NJOP dan PBB, sesuaikan dengan kemampuan masyarakat, keadaan sosial ekonomi masyarakat,” tegas Tito dalam pernyataannya yang dikutip pada Selasa (19/8/2025).
Selain aspek ekonomi, Tito juga menekankan pentingnya transparansi dan dialog. Ia meminta setiap Pemda membangun komunikasi publik yang baik sebelum kebijakan diterapkan. Hal ini dinilai krusial untuk mencegah miskomunikasi dan memastikan kebijakan dipahami dengan benar oleh masyarakat.
Bahkan, Mendagri memberikan opsi yang lebih tegas. “Kemudian ketika kondisi sosial ekonomi masyarakat tidak baik, maka kepala daerah dapat menunda atau membatalkan (kenaikan PBB tersebut),” jelas mantan Kapolri tersebut.
Meski begitu, Tito mengakui bahwa posisinya sebagai Mendagri tidak memungkinkan untuk membatalkan secara langsung kebijakan yang telah diterapkan daerah. Kewenangan itu dijamin oleh payung hukum yang kuat, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Namun, Tito tidak tinggal diam. Sebagai pembina dan pengawas pemerintahan daerah, dirinya melakukan intervensi dengan menggunakan kewenangan yang diatur dalam UU Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014. “Saya menyampaikan agar dikaji, dan kemudian jika kondisi sosial ekonomi masyarakat tidak kondusif, atau tidak elok untuk dilakukan suatu kebijakan, maka tunda atau batalkan,” paparnya menegaskan kembali imbauan dalam surat edarannya.
Comment