Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Betty Epsilon Idroos menegaskan sistem e-voting belum layak diterapkan dalam Pemilu nasional. Penyebabnya, tiga hambatan krusial: geografis Indonesia yang masih memiliki blank spot internet dan listrik, rendahnya kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara, serta literasi digital pemilih yang belum merata. Pernyataan ini menanggapi wacana Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengkaji penerapan pemilihan digital menyusul keberhasilan e-voting di tingkat desa.
HEADLINESIA.com, JAKARTA, 24 Juli 2025 – Dalam paparannya di Ashley Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2025), Betty Epsilon Idroos menggarisbawahi kegagapan infrastruktur sebagai penghambat utama. “Pengalaman Pemilu 2024 dengan Sirekap dan e-coklit membuktikan masih banyak wilayah tanpa akses internet dan listrik. Kita perlu pemetaan menyeluruh terlebih dahulu,” ujarnya.
Tak hanya persoalan teknis, Betty menyoroti dua tantangan non-fisik: kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan integritas literasi digital pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). “Prinsip e-voting memerlukan prasyarat komprehensif, termasuk kredibilitas penyelenggara dan kesiapan sumber daya manusia,” tegasnya.
Pernyataan KPU ini berbanding terbalik dengan optimisme Kemendagri. Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya mengklaim e-voting sukses di 1.910 desa sepanjang 2013–2023. “Landasan aturan dan panduan teknis sudah ada. Ini bisa jadi dasar untuk Pemilu, Pilkada, atau Pilpres digital,” tandas Bima.
Meski Kemendagri bersikukuh pada potensi e-voting, KPU meminta pemerintah dan DPR mempertimbangkan ulang rencana tersebut. Betty menekankan, “Penerapan butuh kajian mendalam, bukan hanya mengandalkan keberhasilan pilkades.”
Comment