Dinas Kehutanan Sumatra Barat (Sumbar) menetapkan status Tanggap Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) selama 14 hari, menyusul meluasnya 72 kasus kebakaran yang menghanguskan 301 hektare lahan sepanjang Januari–Juli 2025. Diduga kuat, kebakaran dipicu praktik pembukaan lahan perkebunan ilegal oleh petani, dengan polisi telah mengamankan sejumlah pelaku.
HEADLINESIA.com, PADANG, 23 Juli 2025 – Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) resmi memasuki fase darurat karhutla setelah 301 hektare lahan di sejumlah kabupaten/kota terbakar sepanjang periode Januari hingga 22 Juli 2025. Data Dinas Kehutanan Sumbar mencatat, total 72 insiden kebakaran terjadi dengan titik terparah di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Solok.
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Ferdinal Asmin, menegaskan penetapan status Tanggap Darurat 14 hari diambil setelah rapat koordinasi darurat. “Kami menduga kuat karhutla akhir-akhir ini disebabkan pembakaran sengaja oleh petani untuk membuka lahan. Polisi telah mengamankan pelaku,” tegas Ferdinal, Rabu (23/7/2025).
Ia menekankan, pembakaran hutan adalah tindakan kriminal yang merugikan lingkungan dan masyarakat. Meski penanganan hukum sepenuhnya wewenang kepolisian, Ferdinal berharap tindakan tegas ini menciptakan efek jera. Terlebih, cuaca kering diprediksi BMKG berlanjut hingga awal Agustus 2025—memicu api mudah menyebar.
Pemadaman Darurat & Ancaman Cuaca
Tim gabungan BPBD Sumbar, Dinas Kehutanan, dan personel BPBD Jambi kini berjibaku memadamkan api di Harau (Lima Puluh Kota) dan Solok. Ferdinal mengaku pihaknya sedang mengkaji rencana modifikasi cuaca bersama BPBD untuk mempercepat pemadaman. “Hujan tak kunjung turun, api makin mudah meluas,” ujarnya.
Sosialisasi dan Keterbatasan Polhut
Guna mencegah karhutla baru, Dishut intensif melakukan sosialisasi ke desa-desa pinggir hutan. Ferdinal juga menyoroti keterbatasan personel Polisi Hutan (Polhut): hanya 70 orang untuk mengawasi 1,5 juta hektare kawasan hutan Sumbar. “Kami libatkan masyarakat dan komunitas lokal sebagai mitra pengawasan,” paparnya.
Peringatan Keras untuk Pelaku
Ferdinal menegaskan sanksi hukum berlaku bagi siapapun yang membakar lahan—baik di hutan lindung, produksi, TNKS, atau lahan privat. “Dampaknya merusak lingkungan dan merugikan publik. Aturannya berlapis, jangan coba-coba!” tegasnya.
Comment