Guna menjawab tantangan perubahan iklim dan persaingan global, Fakultas Pertanian Universitas Riau (UNRI) menggelar Seminar Nasional Pertanian Berkelanjutan (SENAPELAN) ke-3. Salah satu solusi unggulan yang mengemuka adalah penerapan Model Agroforestri Kelapa-Kopi di ekosistem gambut, yang digadang-gadang mampu meningkatkan pendapatan petani sekaligus menjaga lingkungan. Inovasi ini diharapkan menjadi senjata ampuh memperkuat posisi Indonesia sebagai raja kelapa dunia.
HEADLINESIA.com, PEKANBARU, 06 DESEMBER 2025 – Inovasi kolaboratif untuk menguatkan daya saing komoditas kelapa Indonesia di tengah ancaman globalisasi dan perubahan iklim menjadi fokus utama Seminar Nasional Pertanian Berkelanjutan (SENAPELAN) ke-3. Acara yang digelar oleh Fakultas Pertanian Universitas Riau (UNRI) ini menghadirkan pakar, peneliti, dan pelaku industri, termasuk perwakilan dari Yayasan Gambut.
Dekan Fakultas Pertanian UNRI, Dr. Ahmad Rifai, S.P., M.P., dalam sambutan pembukaannya menegaskan bahwa kelapa adalah komoditas strategis dengan potensi pengembangan yang masih sangat luas. “Potensi besar ini hanya bisa dioptimalkan melalui riset, inovasi, dan kerjasama multipihak yang solid,” tegasnya. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat untuk mempertahankan gelar Indonesia sebagai produsen kelapa terbesar di dunia.
Sesi pemaparan yang dimoderatori Dr. Isna Rahma Dini, S.Pi., M.Si., menyoroti berbagai pendekatan, mulai dari agroforestri hingga tata niaga. Direktur Yayasan Gambut, Mulyadi, S.P., memaparkan Model Agroforestri Kelapa-Kopi pada Ekosistem Gambut sebagai solusi praktis dan berkelanjutan. Model ini dirancang untuk mendukung pertanian rendah emisi, meningkatkan ketahanan lanskap, dan menaikkan kesejahteraan petani di wilayah gambut.
Model tersebut menggabungkan kelapa sebagai tanaman pokok dengan kopi Liberika yang ditanam di bawahnya. Sistem ini dirancang untuk memaksimalkan penggunaan lahan tanpa perlu membuka hutan baru, menjaga fungsi ekologis gambut, serta mengurangi risiko kebakaran dan degradasi lahan. Yang utama, sistem ini menawarkan dua sumber pendapatan sekaligus dari satu petakan lahan.
“Kopi Liberika terbukti sangat adaptif dengan kondisi lahan gambut yang asam dan basah. Ukurannya yang lebih besar dan produktivitasnya di dataran rendah gambut menjadi keunggulan komparatif,” jelas Mulyadi. Dengan demikian, model ini tidak hanya menjaga lingkungan tetapi juga langsung meningkatkan ekonomi petani.
Selain pemaparan dari praktisi, SENAPELAN 2025 juga menjadi wadah bagi para peneliti dari berbagai kalangan, termasuk dosen, mahasiswa, dan guru, untuk mempresentasikan hasil riset terkini tentang kelapa dan pertanian berkelanjutan.
Seminar ditutup dengan harapan agar forum ini dapat menjadi agenda rutin yang menjembatani ilmu pengetahuan, kebijakan, dan praktik di lapangan. Kolaborasi nyata antar pemangku kepentingan dinilai sebagai kunci untuk menciptakan pembangunan pertanian kelapa nasional yang inovatif, berdaya saing, dan ramah lingkungan.

Comment