Opini
Home / Opini / Gelombang Sunyi Layar Kaca Kian Sepi, Dunia Digital Menggema

Gelombang Sunyi Layar Kaca Kian Sepi, Dunia Digital Menggema

ARUSBAWAH Riau - Shodik Purnomo - Soroti Maraknya Hoax dan Konten Provokatif di Media Sosial
ARUSBAWAH Riau - Shodik Purnomo - Soroti Maraknya Hoax dan Konten Provokatif di Media Sosial
Table of Contents+

    Oleh: shodik purnomo

    Langit Jakarta sore itu kelabu. Di lantai 15 sebuah gedung penyiaran, seorang karyawan membersihkan meja kerjanya yang telah setia mendampinginya selama tujuh tahun. Sebuah kotak kardus berisi foto keluarga, mug bertuliskan “The Best Journalist 2019”, dan beberapa buku panduan produksi televisi. Ia adalah satu dari 150 orang yang diterjang gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Kompas TV. Cerita serupa berulang di TV One, CNN Indonesia, VIVA.co.id, hingga MNC. Layar-layar televisi kian sepi, tetapi di luar sana, dunia digital justru menggema dengan riuh konten yang tak terbendung. Itulah gambaran Fiksi bagaimana prestasipun tak dapat terbendung oleh Sunyinya layar Kaca.

    Fenomena ini bukan sekadar soal efisiensi atau konvergensi media. Ini adalah pertanda zaman: media tradisional tercekik oleh badai digital, sementara platform internet tumbuh bak jamur di musim hujan—tanpa pengawasan memadai. Lalu, di mana peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Riau dalam pusaran ini? Bagaimana mereka harus bersikap ketika UU Penyiaran direvisi untuk menjangkau konten internet?

    Media Konvensional vs. Digital: Tenggelam dalam Gelombang Perubahan
    PHK massal di industri media bukanlah kejutan. Sejak satu dekade terakhir, iklan televisi terus merosot, beralih ke platform digital seperti YouTube, TikTok, dan Instagram. Konvergensi media—proses penyatuan media cetak, elektronik, dan digital—memang menjadi alasan utama restrukturisasi. Namun, masalahnya lebih dalam: regulasi yang tak lagi sanggup mengejar kecepatan perubahan.

    KPI Daerah Riau, sebagai pengawas siaran, selama ini fokus pada televisi dan radio. Namun, ketika masyarakat beralih ke podcast, streaming, dan media sosial, fungsi pengawasan mereka seperti mengawasi kapal yang sudah tenggelam sambil mengabaikan armada baru yang sedang berlayar.

    BPK Ungkap Defisit APBD Riau 2024

    Internet: Rimba Bebas yang Tak Terjaga
    Sementara televisi di-PHK, konten internet tumbuh tanpa kendali. Hoaks, ujaran kebencian, dan misinformasi bertebaran. Ironisnya, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran belum mengakomodir pengawasan konten digital. Revisi UU ini menjadi krusial, tetapi apakah cukup?

    Di Riau, misalnya, kasus viralnya video provokatif tentang konflik antar-kampung sering kali baru ditindak setelah ribuan share terjadi. KPID Riau tidak punya kewenangan memadai untuk bertindak preventif. Padahal, dampaknya bisa memicu kerusuhan sosial.

    Langkah KPID Riau: Dari Reaktif ke Progresif
    Lima tahun ke depan, KPID Riau harus berubah. Beberapa langkah strategis yang bisa diambil:

    • Memperluas Pengawasan ke Digital: Dengan revisi UU Penyiaran, KPID harus membentuk tim khusus pemantau konten online, bekerja sama dengan KOMDIGI dan platform digital.
    • Literasi Media Warga: Kampanye melek media harus masif, terutama di daerah rawan hoaks salah satunya Riau.
    • Kolaborasi dengan Kreator Konten: Kolaborasi membuat konten YouTuber atau podcaste untuk membuat konten edukatif.
    • Adaptasi Regulasi: Buat aturan yang tidak mengekang, tetapi mendorong kreativitas dengan tetap menjaga etika.

    Masa Depan: Bertahan atau Punah?
    Jika KPID Riau hanya berdiam diri, mereka akan menjadi pengawas yang tak lagi relevan. Namun, jika mampu beradaptasi, mereka bisa menjadi pionir dalam mengarahkan transformasi media di daerah.

    Gelombang PHK di media konvensional adalah duka. Namun, di balik duka selalu ada pelajaran. Layar televisi mungkin kian sepi, tetapi gelombang digital adalah lautan baru yang harus diarungi dengan bijak. KPID Riau tidak boleh hanya menjadi penonton. Mereka harus memegang kemudi, mengarahkan agar konten-konten di internet tidak menjadi badai yang menghancurkan, tetapi angin yang membawa kapal peradaban ke pantai yang lebih baik.

    SA’I: REFLEKSI PERJALANAN PSIKOSPIRITUAL MANUSIA

    Revisi UU Penyiaran adalah langkah awal. Namun, yang lebih penting adalah kemauan untuk berubah. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer: “Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Mungkin, di era digital ini, tugas KPID Riau adalah memastikan bahwa yang abadi bukanlah hoaks atau kebencian, tetapi pengetahuan dan kebijaksanaan.

    Comment

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    × Advertisement
    × Advertisement