headlinesia.com, Jakarta, 28 Juni 2025 – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Pilkada memicu kebutuhan mendesak akan aturan transisi bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang masa jabatannya berakhir 2029. Pasalnya, Pilkada pertama pascaputusan akan digelar pada 2031, atau 2-2,5 tahun setelah Pemilu Nasional 2029, menciptakan masa lowong fungsi legislatif daerah.
Bergabung di Channel WhatsApp untuk update lebih cepat, yuk….
Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, mengungkapkan setidaknya ada dua opsi kunci yang sedang dipertimbangkan untuk mengisi kekosongan fungsi DPRD dalam rentang waktu 2029-2031 tersebut. Mengapa opsi ini diperlukan? Karena putusan MK menciptakan jeda signifikan antara berakhirnya masa jabatan DPRD hasil Pemilu 2024 (2029) dan pelantikan DPRD hasil Pemilu 2031.
“Pertama, fungsi DPRD diampu oleh kepala daerah. Bupati/Walikota untuk kota/kabupaten dan gubernur untuk provinsi,” jelas Mardani saat dihubungi Jumat (27/6/2025). Ia menegaskan hal ini dimungkinkan secara hukum karena rezim DPRD masuk dalam rumpun pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), bukan sebagai lembaga legislatif independen.
Opsi kedua yang diajukan adalah perpanjangan masa jabatan anggota DPRD terpilih tahun 2024 hingga pelantikan anggota DPRD baru hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2031. “Opsi kedua diperpanjang hingga pelantikan anggota DPRD hasil Pileg 2031,” ujar Mardani.
Namun, Mardani menekankan mengapa pembuat undang-undang harus segera bertindak. Menurutnya, pembentukan aturan transisi yang jelas dan sah secara konstitusional adalah keharusan. Ia merujuk pada Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan Pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.
“Pembuat UU bisa membuat aturan transisi selama 2029-2031. Revisi UU Pemilu dan Pilkada serta revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dan Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) mesti segera dilakukan,” tegasnya.
Terlepas dari tantangan transisi, Mardani mengapresiasi putusan MK. Mengapa putusan ini diapresiasi? Menurutnya, pemisahan Pemilu Nasional dan Pilkada memberi jeda waktu yang memungkinkan pemilih lebih fokus dan berpotensi mengurangi praktik politik uang (money politics).
“Putusan MK memberi jeda dua hingga dua setengah tahun, saya apresiasi. Putusan MK membuat pemilih dapat punya engagement yang baik. Bisa mengurangi money politic,” pungkas Mardani.
Latar Belakang Putusan MK
Sebelumnya, pada Kamis (26/6/2025), MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 3 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan yang menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah NKRI untuk memilih anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan kepala daerah/wakilnya, “dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR/DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden.”
Putusan ini secara efektif mengakhiri penyelenggaraan Pemilu Serentak Nasional dan Daerah yang berlaku sebelumnya, dan menetapkan jadwal Pilkada pertama pascaputusan pada 2031.
Comment