headlinesia.com, Jakarta, 26 Juni 2025 – Laporan energi global terbaru mengungkapkan kabar buruk bagi upaya penanganan krisis iklim: emisi karbon dioksida (CO₂) dari sektor energi kembali mencetak rekor tertinggi pada tahun 2024. Ini merupakan tahun keempat berturut-turut emisi meningkat, menandai tantangan besar dalam upaya mengurangi ketergantungan dunia pada bahan bakar fosil.
Laporan Statistical Review of World Energy 2025 yang dirilis Institut Energi (Energy Institute) hari ini, Kamis (26/6/2025), menyoroti paradoks yang terjadi. Meskipun energi terbarukan, khususnya angin dan surya, mencatat pertumbuhan tertinggi sepanjang sejarah dengan lonjakan 16% pada 2024, peningkatan penggunaan bahan bakar fosil secara keseluruhan tetap mendorong emisi karbon naik sekitar 1%. Akibatnya, emisi karbon global mencapai level tertinggi baru, yaitu 40,8 gigaton CO₂ ekuivalen.
Mengapa emisi terus meningkat meski energi terbarukan tumbuh pesat? Laporan ini mengidentifikasi beberapa faktor kunci:
- Kenaikan Konsumsi Energi Global: Pasokan energi dunia secara keseluruhan meningkat 2% pada 2024 dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan ini terjadi di semua sumber energi – minyak, gas, batu bara, nuklir, hidro, dan terbarukan – fenomena yang terakhir kali terjadi pada 2006. Pertumbuhan permintaan energi yang tinggi ini belum sepenuhnya bisa diimbangi oleh tambahan kapasitas energi bersih.
- Dominasi Batu Bara dan Gas: Batu bara tetap menjadi sumber energi terbesar dunia, dengan konsumsinya naik 1,2%. Sementara itu, gas alam mencatat pertumbuhan terbesar dalam pembangkitan listrik, melonjak 2,5%. Penggunaan minyak juga naik, meski di bawah 1%.
- Ketegangan Geopolitik: Konflik seperti perang Rusia-Ukraina dan eskalasi di Timur Tengah mengganggu pasokan minyak dan gas global. Ketidakpastian ini, menurut Romain Debarre dari konsultan Kearney (salah satu penyusun laporan), menciptakan “titik balik lain dalam lanskap energi global” yang mendorong negara-negara mencari keamanan pasokan, seringkali masih mengandalkan sumber energi konvensional.
- Kesenjangan Capaian Target: Meski pertumbuhan energi angin dan surya sembilan kali lebih cepat dari total permintaan energi global, kecepatan ini dinilai belum memadai. Wafa Jafri, mitra di KPMG yang juga terlibat dalam penyusunan laporan, memperingatkan: “COP28 telah menetapkan visi ambisius untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global pada 2030. Namun, kemajuan yang ada masih timpang dan belum cukup untuk mencapai target tersebut.”
Dampak Nyata Perubahan Iklim
Tahun 2024 juga tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah, dengan kenaikan suhu global rata-rata untuk pertama kalinya melampaui ambang batas kritis 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Rekor emisi karbon yang terus terulang menjadi pendorong utama fenomena ini, memperkuat urgensi aksi iklim yang lebih radikal.
Target COP28 Terancam Gagal
Laporan ini menjadi pengingat keras bagi komitmen yang disepakati dalam COP28 (Konferensi Perubahan Iklim PBB 2023 di Dubai), yaitu transisi bertahap dari bahan bakar fosil menuju sistem energi netral karbon pada 2050. Data terbaru menunjukkan dunia masih jauh dari jalur yang dibutuhkan untuk memenuhi target ambisius tersebut. Peningkatan investasi dan percepatan adopsi energi bersih secara global, termasuk di Indonesia, menjadi kunci mutlak untuk membalikkan tren emisi yang mengkhawatirkan ini.
Comment