Lingkungan
Home / Lingkungan / Raja Ampat: Ibu Kota Biodiversitas Laut Dunia, akankah punah?

Raja Ampat: Ibu Kota Biodiversitas Laut Dunia, akankah punah?

Raja Ampat: Ibu Kota Biodiversitas Laut Dunia, akankah punah?
Raja Ampat: Ibu Kota Biodiversitas Laut Dunia, akankah punah?

Headlinesia.com, Raja Ampat, 6 Juni 2025 – Kepulauan yang dijuluki “Ibu Kota Biodiversitas Laut Dunia” ini kembali menjadi pusat konflik antara pelestarian lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam. Di balik pesona bawah lautnya yang memikat, tersimpan deposit nikel yang menggiurkan, memicu pertanyaan besar: mengapa surga karang ini harus berhadapan dengan ancaman tambang?

Data tak terbantahkan menegaskan potensi utama Raja Ampat: ekowisata bahari kelas dunia. Kawasan ini menjadi rumah bagi 537 spesies karang (75% spesies karang dunia), lebih dari 1.500 spesies ikan karang, dan 700 spesies moluska. Keindahan pulau-pulau karst dan hutan tropisnya melengkapi daya tarik yang telah menyumbang Rp150 miliar per tahun bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Nilai ekologisnya pun luar biasa, dengan kemampuan menyerap 2,5 juta ton karbon per tahun.

Namun, di bawah permukaan keindahan itu, tersimpan potensi ekonomi lain: nikel laterit. Pulau Gag, bagian dari Raja Ampat, memiliki cadangan nikel diperkirakan mencapai 47,76 juta ton (data Desember 2018) dengan kadar sekitar 1,2%, disertai kandungan kobalt dan besi. Deposit inilah yang menjadi alasan utama pemberian izin penambangan puluhan tahun silam.

PT Gag Nikel, anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (Antam), menjadi operator utama. Jejak perizinannya panjang:

  • Kontrak Karya (KK) pertama kali ditandatangani pada 19 Januari 1998 di era Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto.
  • Izin ini kemudian diperbarui menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi pada 30 November 2017 di bawah kepemimpinan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
    Perusahaan lain seperti PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa juga tercatat memiliki IUP nikel di wilayah Raja Ampat.

Dampak Lingkungan: Bayangan Kelam di Surga Biru
Operasi penambangan, terutama di pulau kecil seperti Gag, membawa ancaman masif:

Kini Riza Chalid diduga berada di Malaysia

  • Deforestasi dan Kerusakan Habitat: Pembukaan lahan menghancurkan hutan tropis.
  • Erosi dan Pencemaran Air/Laut: Sedimentasi limbah tambang mengancam terumbu karang dan biota laut yang sensitif.
  • Perubahan Bentang Alam Permanen: Aktivitas tambang mengubah wajah pulau secara drastis.
  • Ancaman Serius pada Biodiversitas: Hilangnya spesies endemik darat dan laut yang tak tergantikan.
  • Emisi Karbon: Diperkirakan tambang nikel bisa menghasilkan 2 juta ton CO2 per tahun, menggerus kemampuan alami Raja Ampat sebagai penyerap karbon.

Tantangan Hukum dan Tekanan Global
Keberadaan tambang ini sarat pelanggaran dan benturan hukum:

  1. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK): MK melalui Putusan No. 3/PUU-XXI/2024 secara tegas melarang aktivitas tambang terbuka di pulau-pulau kecil, yang mencakup Pulau Gag.
  2. Perda Perlindungan: Berbenturan dengan Perda Provinsi Papua Barat Daya No. 8 Tahun 2023 tentang Perlindungan Ekosistem Raja Ampat.
  3. Komitmen Global: Bertolak belakang dengan komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris 2015 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terkait perubahan iklim dan kelestarian ekosistem.
  4. Tindakan Kementerian ESDM: Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah menghentikan sementara operasi PT Gag Nikel untuk verifikasi lapangan menyusul temuan pelanggaran dan putusan MK.

Masa Depan yang Dipertaruhkan
Konflik di Raja Ampat adalah gambaran nyata tarik-menarik antara keuntungan ekonomi jangka pendek dari ekstraksi sumber daya dan keberlanjutan ekonomi jangka panjang berbasis ekosistem unik. Masyarakat lokal, ilmuwan, dan pegiat lingkungan menegaskan bahwa kehilangan biodiversitas dan kerusakan lingkungan akibat tambang bersifat permanen dan tak ternilai harganya, mengancam masa depan ekowisata yang telah terbukti memberikan kontribusi ekonomi signifikan.

“Pilihan untuk Raja Ampat seharusnya jelas. Keunikan dan kerentanannya harus dikedepankan. Ekowisata yang bertanggung jawab adalah jalan menuju kemakmuran berkelanjutan, bukan tambang yang menghancurkan modal alam itu sendiri,” tegas Manajer Kampanye Walhi Papua Barat, dihubungi terpisah.

Dengan izin tambang yang kini digantung dan tekanan hukum serta lingkungan yang makin besar, dunia menunggu langkah tegas pemerintah memastikan surga karang ini tetap lestari untuk generasi mendatang.

Kemlu Singapura Tegaskan Riza Chalid Tak Ada di Negara Mereka

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× Advertisement
× Advertisement